~Afterstory~

Kamakura, 2 Desember 2006

Untuk Kaoru,
Hai, Kaoru. Apa kabar? Tanpa terasa, satu tahun sudah berlalu sejak kamu meninggalkan kami. Aku sendiri kini sudah lulus dari SMA, dan—tidak seperti kedua sahabatku—aku memutuskan untuk tidak kuliah. Alasanku ada tiga: aku tidak cukup pandai, aku tidak memiliki biaya, dan terakhir, aku ingin mengejar impianku menjadi peselencar profesional. Ya, Kaoru, aku kini sadar kalau kata-katamu benar sepenuhnya. Itu, loh, yang waktu di pantai itu. Waktu itu, kamu pernah bilang ke aku kalau aku dapat melakukan apa pun dan bahwa aku pasti bisa menemukan apa yang ingin kulakukan, kan? Sekarang, aku sudah menemukannya, Kaoru. Aku telah menemukan apa yang selama ini menjadi impianku: dibayar hanya untuk mengendarai papan selancar di atas ombak! Perusahaan selancar itu telah mengukuhkan kontraknya padaku, dan kini, mereka menjadi sponsor penuhku. Kalau tetap seperti ini, tidak menutup kemungkinan aku akan memperoleh sponsor-sponsor baru lagi!

Impian, ya...?

Kaoru, ada satu hal yang ingin kuberi tahu padamu. Tidak lama setelah kau pergi, lagumu menjadi hits dan berada di puncak tangga lagu selama beberapa pekan. Mereka memutar lagumu itu di mana-mana—di radio, pusat perbelanjaan, restoran, dan bahkan kereta api. Seandainya saja kamu masih di sini, Kaoru, aku yakin kamu pasti akan meloncat-loncat kegirangan. Kedua orang tuamu juga selalu memutar lagu ciptaanmu itu di restoran mereka. Kalau aku mampir ke sana, suara yang pertama kali kudengar pasti adalah suaramu yang tengah bernyanyi. Selain itu, ketika aku masih di sekolah, lagumu juga terkadang diputar pada saat makan siang. Aku tidak tahu kalau sekarang, tapi kata Misaki, mereka masih sering memutarnya, kok!

Kaoru...aku merindukanmu....

Sudah setahun, Kaoru. Satu tahun sudah aku tidak melihat wajahmu (haha, aku jadi ingat waktu mencubit pipimu dan mengatakan wajahmu aneh). Satu tahun sudah aku tidak mendengar suaramu. Tahukah kau, Kaoru, apabila aku mendengar lagumu, aku merasakan perasaan senang dan sedih mengalir dalam hatiku. Senang karena kamu pada akhirnya dapat mewujudkan impianmu untuk merilis CD debutmu sendiri dan menjadi terkenal (bahkan kabarnya, ada sebuah situs penggemarmu di internet!). Sedangkan sedih karena lagu ini mengingatkanku padamu. Ya, Kaoru, jika aku mendengarkan lagu ini, wajahmu yang lucu itu pasti langsung terbayang di benakku. Begitu pula suaramu yang merdu dan enak didengar. Kaoru, hatiku rasanya perih saat menyadari bahwa aku tidak dapat lagi bertemu dengan pemilik wajah dan suara itu. Kamu.

Ah, Kaoru... Aku mencintaimu. Sampai kapan pun, perasaan ini tetap tak akan berubah. Sampai kapan pun, Kaoru, kamu tetap akan menempati ruang istimewa di dalam relung hatiku. Aku masih akan selalu mengingat saat-saat kita makan bakpau panas bersama atau main air hockey di Yokohama. Begitu pula saat di rel kereta api itu; merupakan suatu hal yang mustahil bagiku untuk melupakannya!

Beristirahatlah dengan tenang, Amane Kaoru. Ah, bukan. Beristirahatlah dengan tenang, kekasihku.

Kouji

***

Kamakura, 2 Desember 2006

Untuk Kaoru,
Osh, Kaoru! Baik-baik saja, kan? Wah, tiba-tiba saja sudah satu tahun, ya? Terakhir kali aku melihatmu, kamu tengah terbaring di dalam peti yang dipenuhi oleh bunga matahari. Waktu itu kamu kelihatannya cantiiiiik sekali! Matamu yang terpejam itu juga terkesan damai. Kaoru, kuharap engkau tenang di sana!

Kaoru, sekarang aku sudah kelas tiga. Itu berarti, sebentar lagi aku akan menghadapi ujian kelulusan. Benar-benar bikin frustrasi! Aku harus masuk sekolah setiap hari, dan baik Ojisan maupun Obasan akan menasihatiku kalau tahu aku bolos. Pada awalnya memang berat, sih. Kalau sudah capek belajar, aku sering menghempaskan diriku di kasur dan menyetel lagumu untuk refreshing. Dan Kaoru, begitu aku mendengar suaramu, entah mengapa tiba-tiba saja semangatku kembali lagi. Mungkin karena aku termotivasi oleh semangatmu, ya? Kau tahu, kan, semangat untuk tetap melangkah dan meraih impian. Pada akhirnya, semangatmu itu mengantarkanmu menuju kesuksesan! Ya, Kaoru, lagumu menjadi hits dan diputar di berbagai tempat. Sayang sekali kamu sudah harus pergi sebelum melihat lagumu melejit.

Oh ya, Kaoru, aku masih sering mampir ke rumahmu sepulang sekolah, loh. Biasanya aku ke sana untuk numpang makan malam (kau kan tahu bagaimana rasanya masakan Ojisan?). Seusai makan, aku biasanya akan melihat kamarmu. Kamar itu, Kaoru...banyak kenangan manis tercipta di sana. Kau ingat waktu kamu mengajakku melihat Kouji untuk pertama kalinya dari balik tirai beralumunium? Begitu pula waktu aku menunjukkan video Kouji kepadamu, kau ingat kan? Perlu usaha keras bagiku untuk merekamnya, loh! Dan kalau kuedarkan pandanganku, Kaoru, maka aku akan menemukan kotak gitarmu berdiri di samping tempat tidur.

Kotak gitar itu....

Benda itu dulu selalu kautenteng setiap malam ke depan stasiun, kan? Terkadang, kamu mengajakku ikut ke stasiun untuk mendengarkan nyanyianmu. Aku sampai hafal kebiasaanmu sebelum mulai bermain: menyalakan sebatang lilin terlebih dahulu! Setelah itu, kamu akan mulai memetik gitarmu sambil memainkan lagu yang kamu buat.

Tapi itu dulu, ya kan?

Sekarang, gitar dalam kotak itu tidak ada lagi yang memainkannya. Terkadang, Kaoru, aku kangen mendengar suaramu secara langsung, bukan suaramu dari CD ini. Kalau bertemu scara langsung, kita bisa bercakap-cakap tentang banyak hal; mulai dari Kouji sampai cowok yang kusukai di sekolah. Tapi biarlah. Apa yang berlalu biarlah berlalu, yang penting, kini kamu sudah tenar, Kaoru!

Selamat, ya, dan semoga kamu senang di atas sana.

Misaki

***

Kamakura, 2 Desember 2006

Untuk Kaoru,
Hai, Kaoru. Bagaimana kabarmu di sana? Okaasan dan Otousan di sini baik-baik saja, jadi kami harap kamu juga sehat. Sudah setahun sejak kepergianmu, dan suasana rumah rasanya menjadi sepi sekali. Tidak ada lagi suara permainan gitar dari lantai atas sebagaimana biasanya. Tidak ada lagi suaramu menuruni tangga atau membuka pintu gerbang seperti yang dulu selalu kaulakukan setiap malam. Sungguh, rasanya berbeda sekali!
Kaoru, mungkin kamu sudah tahu dari Kouji dan Misaki, tapi kami tetap akan memberitahumu ini. Tidak lama setelah kau pergi, CD-mu dirilis, dan—coba tebak. Kini, lagumu populer di mana-mana! Otousan dan Okaasan sangat bangga padamu. Kami memutar lagu ciptaanmu di restoran sehingga semua orang yang datang selalu dapat mendengarnya. Menakjubkan, kan? Kini semuanya tahu kalau kami adalah orang tua dari penyanyi terkenal itu!

Kaoru, kami hanya ingin kau tahu kalau kami di sini baik-baik saja. Pada awalnya, rasanya memang berat untuk melepasmu. Kami sering duduk-duduk di ruang makan sambil membicarakan banyak hal tentang kamu. Bagaimana dulu kamu merengek ingin keluar waktu kecil. Bagaimana dulu kamu menunjukkan kepada kami lagu ciptaanmu yang pertama. Sejak saat itu, kamu mulai sering keluar malam, ya kan? Dan bagaimana kita bersama-sama pergi ke studio rekaman untuk membuat CD debutmu setahun lalu. Ah, ya, Kaoru, semua itu adalah ingatan yang menyenangkan tentang dirimu. Namun, kehidupan harus terus berjalan. Kami pada akhirnya harus rela membiarkanmu pergi, dan itulah yang kini tengah berusaha kami lakukan.

Satu hal lagi, Kaoru, Otousan dan Okaasan tidak akan pernah melupakanmu. Kamu akan selalu menjadi gadis kecil kami hingga kapan pun. Ya, Kaoru, kamu adalah gadis kecil yang kini sudah beranjak remaja dan memperoleh impiannya lewat usahanya sendiri. Gadis remaja itu telah membuat kami, orang tuanya, bangga dengan apa yang telah dicapainya.

Selamat tinggal, Kaoru. Semoga kita bisa bertemu lagi suatu saat kelak.

Otousan dan Okaasan